Kamis, 08 April 2010

SEJARAH MASYARAKAT DAN KERAJAAN BIMA BAGIAN 2

SEJARAH MASYARAKAT DAN KERAJAAN BIMA BAGIAN I

SEJARAH AWAL BIMA

Oleh : Z a i n u d i n, S. Fil., M. Si.
(Penulis adalah Lulusan S1 Ilmu Filsafat dan S2 Ilmu Politik UGM Yogyakarta, Asal Desa Ncera, Kec. Belo, Kab. Bima, NTB, Sekarang Menetap di Yogyakarta)


Berhasil dan jayanya kesultanan Bima yang dapat menyaingi raja-raja lainnya di Indonesia maupun kompeni Belanda pada saat itu, tidak lain karena sultan dan seluruh masyarakat mampu mengamal falsafah Maja Labo Dahu di atas.


Falsafah yang menjunjung tinggi hak azasi dan demokrasi yang bersumber dari kemurnian ajaran agama dan kelestarian adat. Pembuktian masalah ini dapat dilihat dari beberapa hal berikut.
Pertama, sejak sebelum masuknya agama islam di tanah Bima, yakni sejak jaman Ncuhi yang berkelompok, oleh Ncuhi Dara dan Ncuhi Padolo yang mendapat berita akan adanya Sang Bima di luar asa kota yang sedang menata Prasasti Wadu Pa’a. Kedua Ncuhi tersebut meminta kesediaan Sang Bima untuk menjadi raja di Bima agar Ncuhi yang berkelompok-kelompok dapat disatukan, namun hal ini ditolak oleh Sang Bima dengan menjanjikan akan mengirim seseorang untuk memenuhi permintaan tersebut. Transkripsi tersebut sebagai berikut :

“Al kisah maka tersebutlah cerita perbuatan tersebut Sang Bima, maka iapun pergi bermain-main melihat tamasya ke timur, maka sampailah ia ke pulau yang bernama Lambu sebelah timurnya oleh negeri Bima. Setelah bermain-main di situ maka keluar lantas melalui ke pulau Manggarai ke sebelah timurnya juga. Maka kemudian dari pada itu maka ia pun datang bermain-main lagi ke sebelah baratnya oleh Manggarai yang bernama Pota dan Reo. Maka hendak tinggal di situ lalu mendirikan rumah, maka orang dalam Manggarai itupun lalu lari berhamburanlah sebab takutnya kepada Sang Bima. Tidaklah jadi Sang Bima tinggal di sana. Ia pun keluarlah sambil berlayar pulau dihadapan negeri sampai yaitu Sape yang bernama Nisa Ntodo. Maka lantas ke pulau Wadu Pa’a tengahnya negeri Bima. Maka tatkala itulah memahat batu di sana. Maka terdengarlah oleh Ncuhi di dalam negeri Bima yang pergi menghadap serta memperhambakan dirinya kepada Paduka hadirat Dewata Sang Bima. Maka berkatalah Ncuhi Dara jikalau ada kasih dan rahim paduka tuanku, hamba sekalian datang menjemput paduka Duli Hadirat akan menjadi raja memegang pekerjaan di dalam negeri hamba. Maka dijawab oleh Sang Bima : terlalu suka hatiku mendengar perkataanmu itu, walakin sekarang sendiri aku tiada boleh melainkan ada juga yang akan kamu lihat sabarlah dahulu dari pada menantikan dia. Maka setelah lepas dari perjanjian itu maka berlayarlah lagi, sampailah ke pulau Satonda. Maka bertemulah dengan anak raja naga yang perempuan yang bersisikan emas …. dan seterusnya”.

Kedua, setelah memerintahnya Indra Zamrut di tanah Bima, puteranya yang bernama Batara Indra Dewa keluar dari tanah Bima menuju tanah jawa bersama seorang putera dari Ncuhi Patakula yang bernama La Komba Rawa, sebab berselisih dengan saudaranya Batara Indra Bima. Batara Indra Dwi inilah yang mendapat H’elka Babi dan La Nggunti Ranted an ialah merupakan turunan Raja Solo di Mataram.

Ketiga, demikian pula setelah Sangaji Batara Bima yang merupakan Buyut dari Sang Bima, pergi pula ke tanah Jawa dan kawin di sana dengan puteri Raja Jawa dan lahirlah Manggampo Jawa, yang setelah kembali ke Bima menjadi Sangaji dan banyak membawa perubahan di tanah Bima. Pada masa pemerintahan Batar Bima inilah adanya Golok Langgunti Rante yang merupakan pusaka Sangaji yang dipakai sebagai tanda kesangajian sebagai Samparaja setelah dibuatnya oleh ahli keris Rumata Ma Wa’a Bilmana yang pernah belajar membuat keris dan senjata di tanah Luwu.

Keempat, setelah masa selanjutnya dimana memerintah Sangaji Ma Wa’a Paju Longge, yakni Raja ke XII di tanah Bima, mengirimkan kedua adiknya untuk belajar ke tanah Makasar, Ma Wa’a Bilmana dan Manggampo Donggo, setelah kembali dan menggantikan Sangaji, bertambah tenar dan termasyhurnya Tanah Bima seantero negeri + 1225 M.

Kelima, setelah masuknya Agama Islam di tanah Bima 1609 M yang pertama melalui pedagang-pedagang Goa, Luwu, Bone dan sebagainya, Bima tambah-tambah lagi jadi incaran Bangsa-Bangsa Barat, karena Bima disamping banyak mempunyai hasil-hasil perniagaan di Eropah, juga menjadi daerah lintas pelayaran ke Maluku tempat pengambilan rempah-rempah yang menjadi rebutan pasaran di Eropah. Banyak kerajaan-kerajaan di Indonesia yang datang belajar di Tanah Bima seperti kerajaan Bolang Mongondouw di Sulawesi Utara, Kesultanan Ternate dan Bacan dari Maluku Utara serta kerajaan kecil lainnya di wilayah timur.

Keenam, pada masa pemerintahan Sultan Bima yang kedua Sultan Abdul Khair Sirajuddin yang paling bahu membahu dengan iparnya Sultan Makasar Sultan Hasanudin, tambah menggelisahkan lagi Kompeni Belanda. Peperangan Belanda dengan Makasar dibantu pula oleh Kerajaan Bima dengan terlibat langsungnya Sultan Bima dan Panglima-Panglima perangnya seperti Bicara/Bumi Renda Abdollah yang bergelar La Mbila IV, dan banyak lasykar Bima yang gugur di medan laga, termasuk Panglima Abdollah gugur membela Sultan Bima yang kebetulan sama gelar La Mbila. Beliau disiksa Belanda karena dikiranya Sultan Bima.

Ketujuh, di masa pemerintahan Sultan Jamaluddin malah tambah meningkatnya hubungan Bima dengan kerajaan-kerajaan lainnya, yang kesemuanya tambah menggelisahkan Kompeni Belanda. Belanda makin mempercepat tekanannya pada Bima namun Sultan Jamaluddin tetap bersitegang dan berikrar “Bima adalah urusanku bukan urusan Belanda, kalau Belanda ingin berdagang berniagalah yang sejajar dengan Bangsa lainnya di Tanah Bima”. Jadi tidak ada monopoli dagang Belanda untuk Tanah Bima, semua pihak boleh berdagang dengan masyarakat Bima asal saja tidak ingin memonopolinya. Sehingga banyak cara dan usaha Belanda untuk menghancurkan Bima dengan Sultannya, Sultan Jamaluddin, Sultan dihianati membunuh bibinya Istri Sultan Dompu dan diadili serta dipenjarakan di Makasar dan selanjutnya Batavia.

Kedelapan, demikian juga pada pemerintahan Sultan yang lainnya seperti Sultan Abdul Hamid, Abdul Kadim, Abdullah dan Ismail serta puncaknya semasa pemerintahan Sultan Ibrahim dengan timbulnya peperangan rakyat melawan Belanda seperti Perang Ngali, Perang Rasa Nggaro, Perang Dena dan Perang Kala di Donggo. Masa pemerintahan Sultan Muhammad Salahuddin yang menggantikan ayahandanya Sultan Ibrahim, tidak jauh beda dengan Sultan yang lainnya, malah dengan adanya hembusan pembaharuan di tanah air karena Perang Dunia dan sebagainya, Sultan dan rakyatnya makin membenci Belanda dan masalah penjajahan lainnya di tanah air Indonesia.

Akhirnya seirama dengan perputaran zaman, setelah meninggalnya Sultan Muhammad Salahuddin di Jakarta, yang otomatis karena putera H. Abdul Kahir sudah dinobatkan jadi Jena Teka (Raja Muda), begitu meninggalnya Sultan maka sebenarnya Hadat Tanah Bima segera melantik dan mensyahkan menjadi Sultan di Tanah Bima. Namun karena adanya perbedaan pendapat antara penguasa Hadat Tanah Bima dan rakyat BIma yang sudah jauh terpengaruh oleh arus demokrasi, menggagalkan pelantikan ini, sehingga timbul adanya surat rahasia dari pejabat pemerintah Bima yang ditujukan pada kepala daerah Pulau Sumbawa di Sumbawa besar, yang sehubungan dengan kegagalan pelantikan ini.

Dengan keadaan semuanya ini menyebabkan berakhirnya masa Kesultanan di Tanah BIma yang sudah berjalan lebih kurang 3 abad, sejak Sultan pertama Abdul Kahir yang ditutup oleh Raja Muda Abdul Kahir. Demikianlah selanjutnya dimana Bima yang merupakan salah satu daerah yang bernaung di bawah Naungan Wilayah Kesatuan Republik Indonesia dengan bendera merah putihnya yang berkibar megah di udara, tunduk dan patuh pada azas dan aturan yang berlaku, menggabungkan diri dan berdiri teguh di belakang Republik Indonesia dan menyatukan dirinya pada kerajaan-kerajaan lainnya di Nusantara tercinta ini. Bima dengan falsafah Maja Labo Dahunya sekaligus dengan penjabarannya yang lengkap, turut membangun bangsa dan Negara tercinta untuk hidup sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia.

Akhirnya semoga secercah cukilan sejarah Tanah Bima dan sekaligus tata pemerintahan dan keberadaan para pelaksana pemerintahan sejak Ncuhi ro Naka, Sangaji dan Sultan dapat mengingatkan kembali kita semua, terutama generasi penerus yang berasal dari Bima khususnya dan masyarakat Indonesia secara keseluruhannya yang cinta akan sejarah kebesaran tanah airnya, sampai dijaman kemegahan Tanah Bima (Dana Mbojo) didalam pasang surut pemerintahannya yang anti penjajahan dan turut serta membangun Bangsa Indonesia sejak pertama timbulnya sampai masa pembangunan ini, dan dari kami yang menyusun Sejarah Tanah Bima ini sambil berharap moga menjadikan kita semua pecinta tanah air yang militan dan berkualitas dan tidak lupa mengharapkan tegur sapa dan perbaikan dan selama membaca dan sambil menelaah untuk perbaikan selanjutnya.
Selengkapnya

SEJARAH MASYARAKAT DAN KERAJAAN BIMA BAGIAN I

SEJARAH MASYARAKAT DAN KERAJAAN BIMA BAGIAN I

SEJARAH AWAL BIMA

Oleh : Z a i n u d i n, S. Fil., M. Si.

(Penulis adalah Lulusan S1 Ilmu Filsafat dan S2 Ilmu Politik UGM Yogyakarta, Asal Desa Ncera, Kec. Belo, Kab. Bima, NTB, Sekarang Menetap di Yogyakarta)


MULA – MULA

Kerajaan Bima telah menjadi legenda sejak Sang Jin Jan Wa Manjan sampai ke masa menjelang kedatangan Sang Bima yang melakukan pemahatan situs Wadu Pa’a banyak mempunyai keunikan secara langsung mempengaruhi keberadaan tanah Bima dan masyarakat Mbojo yang penuh ramah tamah dan keuletan yang bibarengi dengan prinsip hidup yang keras dan berpandangan luas serta bertatakrama yang tinggi. Masa sebelum ada penguasa di tanah Bima, yang walaupun berkelompok adanya, Tanah Bima merupakan suatu wilayah yang menjadi tempat terdamparnya suku pencari wilayah penyebaran yang berasal dari dataran Asia Tenggara yakni suku Dongsong dari Yunan (Vietnam).

Mereka semula mendarat di pesisir utara Pulau Sumbawa (Bima) di desa yang sekarang namanya Sapunggu (Sam Mpung Ngun) menyebar ke Utara, Barat, Timur dan Selatan Negeri. Mereka hidup berkelompok dan membetuk marga sendiri-sendiri yang merupakan kelompok awal penduduk Bima.
Setelah lama mereka hidup berkelompok dalam naungan pemerintahan versi dan adat masa itu, sampailah pada pencarian cara berpemerintahan yang baik dan berdirinya Kerajaan Bima yang diperkirakan terjadi tidak berapa lama setelah Situs Wadu Pa’a. Diperkirakan terjadi + 750 M.

AWAL MULA KERAJAAN BIMA

Raja Pertama Kerajaan Bima adalah Indra Zamrud yang seterusnya sebagaimana Silsilah “BO” Nuntu Mantoi sehingga sampai kepada masa Raja (Sangaji) Ma Wa’a Paju Longge yang mempunyai hubungan luas dengan kerajaan-kerajaan lainnya di wilayah Nusantara, seperti Banten, Aceh, Kutai, Makassar (Tallo), Gowa, Bugis, Ternate dan Jailolo serta masih banyak lagi yang lainnya, terutama dalam status dan keberadaannya sebagai tempat persinggahan dan pengambilan barang dagangan perahu-perahu niaga.

Raja ini banyak mengirim keluar saudara-saudaranya untuk belajar dan mencari ilmu termasuk di antaranya adik-adiknya yang bernama Ma Wa’a Bilmana dan Manggampo Donggo yang dikirim ke kerajaan Gowa dan Tallo. Sekembalinya ke Bima, mereka membawa banyak perubahan dan kemajuan untuk tanah dan masyarakat Bima. Seperti dalam hal tata pemerintahan dan pengetahuan dalam bidang pertanian dan kemasyarakatan serta pertukangan dan sebagainya.

Setelah dilantiknya Raja Ma Wa’a Bilmana sebagai Raja dan Manggampo Donggo sebagai Perdana Menteri, memang ada sedikit kelemahan karena karir keduanya tidak sesuai dengan kedudukan dan jabatannya sehingga terjadi saling pertukaran jabatan antara keduanya dengan penuh permusyawaratan dan permufakatan. Manggampo Donggo diserahkan tugas sebagai Raja oleh kakaknya Ma Wa’a Bilmana dan sebaliknya Ma Wa’a Bilmana menjadi pengatur dan pelaksanaan pemerintahan sebagai Mangku Bumi/Turelli Nggampo (Perdana Menteri).

PUNCAK KEJAYAAN KERAJAAN BIMA

Pemerintahan berjalan lancar dan kerajaan Bima semakin tersohor dengan dibantu oleh putera-putera mereka yang bernama Ma Wa’a Ndapa dan Ma Wa’a Pili Tuta, Ruma Me’e (Putera Manggampo Donggo) serta La Mbila I yang terkenal dengan gelar Ruma Makapiri Solor dan Rato Ara sebagai ahli agama (Putera Ma Wa’a Bilmana). Namun ketenaran kerajaan ini tidaklah begitu mulus jalannya untuk kerajaan Bima, karena setelah berakhirnya Pemerintahan Sangaji Ma Wa’a Ndapa, terjadi suatu perebutan kekuasaan antara putera-puteranya.

TITIK KEMUNDURAN KERAJAAN BIMA (MASA PERALIHAN)

Puteranya bernama Salisi Mantau Asi Peka berkhianat dan membunuh saudara-saudaranya karena ingin merebut puncak pemerintahan. Salisi yang merupakan anak gundik dari Sangaji Ma Wa’a Ndapa menurut keturunan garis lurus sebagaimana bunyi sumpah yang telah diikrarkan oleh nenek-nenek (kakek-kakek)-nya dengan sumpah Ma Wa’a Bilmana dan Manggampo Donggo sewaktu pengalihan wewenang dan kekuasaan, selama masih ada saudara-saudaranya yang berdasarkan keturunan garis lurus sebagai Pewaris kerajaan, tidak berhak menjadi raja dan ini sudah merupakan tata hadat tanah Bima yang wajib ditaati dan dilaksanaka. Saudara-saudaranya bernama Samara, Sarise dan La Sawo dibunuh dan diracun oleh Salisi, serta kaki tangannya. Yang lebih sadis lagi, Jena Teke (Raja Muda) putera dari raja Samara dibakar di Wera, yang terkenal dengan adanya Jena Teke yang dibakar di Mpori Wera.

Meski demikian, Salisi masih belum aman karena disamping hadat tanah Bima tidak merestui dan para Nuchi yang masih ada dan besar pengaruhnya pada masyarakat dan rakyat Bima, yang merupakan masalah dan ganjalan yang besar masih adanya Pewaris Kerajaan Putera dari La Sawo yang bernama La Kai yang didukung oleh putera-putera La Mbila yang bernama Ama Lima Ma Dai yang menjadi Tureli Nggampo saat itu dan Rato Waro Bewi yang menjadi Rato Renda, yang secara gigih mempertahankan keberadaannya sebagai Pewaris kerajaan dan Pemerintahan yang syah.

Pewaris-pewaris kerajaan ini berusaha melarikan diri menyingkir ke pedalaman Teke dan selanjutnya ke Kalodu di mana rakyatnya masih patut dan taat pada pemerintahan yang syah. Mereka bermukim di sana sampai datangnya “Fajar Islam” yang dibawa oleh pedagang-pedagang dari tanah Makassar, Gowa, Luwu dan Tallo di Sape. Setelah mereka menerima Islam di Sape dan dengan adanya sumpah di Dam Parapi yang juga merupakan Sumpah Darah Daging untuk tetap bersatu dan saling membantu sehidup semati dalam perjuangan membela kebenaran dan keadilan sampai saatnya pengangkara murka Salisi dapat dihancurkan.

MENUJU SISTEM PEMERINTAHAN KESULTANAN

Setelah berjuang dan banyak membawa korban suhadah dan dengan bantuan Kerajaan Makasar, Gowa, Tallo, dan sebagainya, Salisi dapat dihancurkan dengan kekuasaan kembali pada pewarisnya yang segera berubah menjadi sistem pemerintahan yang bernafaskan Islam, yakni tata dan sistem pemerintahan Kesultanan. Mulailah Bima menjadi Kerajaan Islam yang dengan persetujuan Hadat Tanah Bima serta dengan dukungan segenap rakyat dan masyarakat Bima melantik dan menobatkan La Kai (Jena Teka) yang setelah masuk Islam bernama Abdul Kahir menjadi Sultan pertama Tanah Bima dengan gelar Rumata Ma Bata Wadu, yang dibantu oleh Tureli Nggampo La Mbila (Jalaludin) dan perangkat lainnya. Munculnya pemerintahan yang penuh dengan sinar Islam yang juga tidak melupakan tata adat leluhurnya terdahulu.

BERPEDOMAN PADA FALSAFAH “MAJA LABO DAHU”

Naka, Ncuhi, Raja dan Sultan selalu berpedoman pada falsafah “MAJA LABO DAHU” (malu dan takut) yang mengandung pengertian bahwa “mereka akan takut dan malu pada dirinya sendiri, kepada masyarakat, terutama pada Tuhan apabila melaksanakan kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan asas musyawarah dan karawi kaboju yang dijiwai oleh ajaran agama dan adat Islam”.

Maja Labo Dahu merupakan falsafah kehidupan yang mengandung nilai-nilai luhur yang dijadikan pedoman oleh Pemerintah dan seluruh masyarakat.
Nilai-nilai luhur yang bersumber dari Maja Labo Dahu ialah : (1) Tohompara nahu sura dou labo danana; (2) Edera Nahu sura dou Marimpa; (3) Renta ba rera, kapoda ba ade karawi ba weki; (4) Nggahi Rawi Pahu.

Keempat nilai luhur dari Maja Labo Dahu tersebut di atas pada hakekatnya merupakan perpaduan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Sangaji dan rakyat harus melaksanakan falsafah secara utuh dan konsekuen.
“Toha Mpara nahu sura labo dana” yang berarti “biarkan aku menderita asalkan demi rakyat dan negara”. Falsafah tersebut mampu mengobarkan semangat pengabdian rakyat terhadap Kesultanan Bima sampai pada pelaksana pemerintah.

Penerapan falsafah berikut, yakni “Edera nahu sura dou marimpa”, yang berarti “saya (Sultan) tidak penting (bukan yang utama), yang utama dan penting adalah masyarakat secara keseluruhan”. Falsafah ini pada hakekatnya mewajibkan sultan untuk memperhatikan kepentingan rakyat banyak tanpa mempedulikan kepentingan pribadi atau golongannya. Dalam menjalankan tugas sehari-hari para Raja, Sultan dan seluruh masyarakat harus berpedoman pada nilai-nilai luhur “Nggahi Rawi Pahu” yang mengandung pengertian bahwa apa yang telah diikrarkan harus dapat diwujudkan menjadi kenyataan. Mereka secara konsekuen melakukan tugas, agar mampu mewujudkan tujuan yang telah disepakati. Bila gagal berarti ada di antara mereka yang melanggar nilai falsafah “Renta ba rera kapoda ba ade karawi ba weki” yang berarti “yang telah diikrarkan oleh lidah yang bersumber dari hati nurani, harus mampu dikerjakan dan dilaksanakan oleh raga dan jasmani”.

AKHIRAN

Jika kita cermati secara seksama, ternyata falsafah Pancasila belum ada apa-apanya dibanding pengabdian dan penerapan falsafah Maja Labo Dahu tersebut di masa silam, bahkan kelahiran falsafah Maja Labo Dahu tersebut lebih dulu dan jauh melampaui dibanding masa kelahiran falsafah Pancasila yang kita kenal sekarang ini. Falsafah tersebut telah mengejewantah dan telah menjadi nilai-nilai luhur yang menjadi dasar pemerintahan pada masa lalu, yang wajib diterapkan dan diamalkan dalam kehidupan nyata masyarakat Bima hingga saat ini. Kesuksesan dan kejayaan yang berhasil dirangkul Kesultanan Bima di masa lalu merupakan buah nyata penerapan falsafah tersebut, terutama dalam mengimbangi, menyaingi, dan mengungguli kerajaan-kerajaan lain di seluruh negeri. Berkat penerapan falsafah tersebut pula, kompeni Belanda berhasil diusir dari tanah Bima untuk selamanya.

Semoga, falsafah tersebut masih membara, membakar semangat juang rakyat Bima kapan dan di mana pun berada, untuk menggapai kejayaan dan kegemilangan masyarakat dan tanah Bima hari ini dan ke depan, serta kejayaan dan kegemilangan bangsa Indonesia tercinta. Amin!!

รจ TUNGGU BAGIAN KELANJUTANNYA!!

(Tulisan ini merupakan hasil penelitian penulis pada medio tahun 2003 di Istana Kesultanan Bima (Asi Mbojo), dan bersumber dari naskah-naskah asli Kerajaan dan Kesultanan Bima, maupun hasil wawancara dan nash-nash yang diperoleh dari keturunan Kesultanan Bima)
Selengkapnya

IDENTIFIKASI POTENSI, PELUANG DAN HARAPAN PEMBANGUNAN SDM & SDA DI KABUPATEN BIMA

IDENTIFIKASI POTENSI, PELUANG DAN HARAPAN PEMBANGUNAN SDM & SDA DI KABUPATEN BIMA

Oleh Mustafa, SE., MM

Perjalanan manusia selalu dalam misterius, itu karena semua apa yang dilakukan oleh manusia akan selalu di awasi oleh Sang Khaliq Pencipta Lagit dan Bumi, dengan kekuasaan-Nya, Dia mengatur segala kehidupan manusia, dari manusia yang termiskin sampai manusia yang terkaya, dari makhluk yang terkecil hingga makhluknya yang terbesar, semuannya tunduk dan patuh pada perintah-Nya. Namun dengan akal yang dimiliki oleh manusia tentu mempunyai kelebihan dari makhluk yang lainnya, tapi terkadang manusia tidak dapat memanfaatkan akalnya dengan sebaik-baiknya, karena keangkuhan, kesombongan yang dimiliki olehnya, sehingga manusia tidak menyadari bahwa seluruh penciptaan Allah itu ada fungsi dan hikmahnya. Jika manusia menyadari hal ini, maka tidak ada diantara manusia menghina manusia yang lain karena kemiskinan, kebodohan, karena manusia di mata Allah SWT tidak ada perbedaan warna kulit, kaya atau miskin, pintar atau bodoh atau apapun namanya, tetapi yang membedakan manusia disisi Allah adalah keimanan, ketaqwaan, keihlasannya.

1.Sektor Pertanian.
1.1. Pangan

Sektor pertanian merupakan sektor yang masih dominan dalam sector-sektor ekonomi, karena dapat memberikan kontribusi yang besar, sector ini meliputi: tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perhutanan dan perikanan. Sector ini banyak menyediakan komoditi-komoditi yang dapat diolah menjadi barang yang memiliki nilai ekomnomis.
Pangan, masih merupakan andalan bagi perkembangan perekonomian masyarakat Kab Bima. Komoditi Non Hortikultura seperti; Padi, Jagung, Kedelai, Ubi Kayu/Jalar, Kacang Tanah/Ijo, Bawang merah/Putih, Cabe, Pisang,Alpokat, Nangka, jeruk, rambutan, Mangga,Durian, sirsak,Nanas,Serikaya dan Kawista/Kinca.

Pemanfaatan produk local:
-. Terciptananya diverivikasi tanaman (kedelai, dipadukan penanaman dengan kacang tanah, sayur-sayuran dll).
-. Meningkatkan permintaan kedelai dan kacang tanah local melalui prossesing hasil; susu kedelai, kecap, tahu, dan tempe, kacang tanah; snack/makanan ringan.
-. Adanya lembaga/institusi yang mengatur harga.
-. Pendidikan dan pelatihan petani dalam pengelolaan lahan dan hasil produksi.
-. Perlu adanya pengembangan lahan (pemanfaatan lahan kering) dan penetapan kawasan sentral produksi.

1.2. Perkebunan.
Potensi areal pengembangan berbagai usaha khususnya perkebunan cukup luas dan cukup baik, komoditi ini meliputi:
a.Komoditi Tahunan seperti:
Kelapa,Kopi,Jambu mente, Kemiri,Cengkeh, Kapuk, Pinang, Asam, Kakao & Vanili.
b.Komoditi Musiman Seperti:
Jarak, Tebu, Tembakau, Wijen, Kapas, Embon-embon & surgon Manus.

Pemanfaatan produk local:
-. Peningkatan ketrampilan dalam pemanfaatan hasil jambu mente untuk menjadi minya rem pesawat (tidak hanya biji) untuk diproses dalam produk seperti; sirup mente dll.
-. Pengembangan lahan penanaman kopi maupun kelapa (penetapan KSP yang lebih luas sesuai dengan kecocokan lahan).

1.3. Kehutanan
Luas Hutan Kab Bima ± 278.402 Ha, yng menurut fungsinya adalag sebagai berikut: Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas, Hutan produksi Biasa, Hutan Suaka Alam (Cagar Alam, & Suaka Margasatwa). Hutan Wisata (Taman Wisata, Taman Berburu).
Hasil hutan yang potensial untuk dikembangkan meliputi: jati, kemiri, Rota, Gaharu,Bambu, Madu, & Menjangan.

Pemanfaatan produk local:
-. Peningkatan pengawasan dan sanksi terhadap eskploitasi hasil hutan, (kayu jati,rotan, bamboo dan kayu-kayu lain).
-.Melibatkan peranserta masyarakat dalam pemeliharaan hutan dan pelaksanaan program-program reboisasi dan penghijauan.
-. Terhadap kemiri perlu secepatnya dilakukan upaya penetapan lahan yang harus dikelolabersama dengan masyarakat berdasarkan system kontrak bagi hasil.
-. Perlu budidaya lebah/madu, untuk menjaga kelestarian labah/madu khas Bima.
-.Memberhentikan eksploitasi batu manggan, tambang, pasir besi dll, jika hal itu dapat menganggu kehidupan masyarakat jangka panjang.

1.4. Peternakan
Peternakan merupakan sector yang cukup baik dan perlu dikembangkan melalui peternak mandiri dan penggemukan, & Susu Perah. Jenis ternak yang ada meliputi: Sapi, Kerbau, Kambing/Domba & Kuda. Disamping itu juga dapat dikembangkan peternakan unggas, ayam, buras, ayam potong, itik dan bebek.

Pemanfaatan produk local:
-. Menetapkan dan membuat lahan khusus untuk peternakan (lahan pengembangan dan lahan pakan).
-. Dalam pemberian bantuan bibit ternak disesuaikan dengan standar usaha.
-. Peningkatan ketrampilan dan mengarahkan petani ternak dalam pola ternak yang sesuai dan pemanfaatan hasil ternak dengan memanfaatkan teknologi tepat guna.

1.5. Perikanan
Dalam sector perikanan, terjadi ketergantungan nelayan terhadap pengusaha yang menyebabkan ketidakseimbangan keuntungan yang diperoleh nelayan dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh pengusaha. Mayoritas nelayan meminjam sarana penangkapan ikan dari pengusaha, dengan syarat hasil tangkapan harus dijual kepada pengusaha tersebut dengan harga yang ditentukan oleh pengusaha 9sekitar 40% dari harga yang ada untuk pengusaha).
Ketergantungan ini nelayan-nelayan belum mampun untuk menciptakan kelompok/ koperasi , yang dapat mendukung dan meningkatkan kekuatan negosiasi harga dengan pengusahaatau untuk memasarkan sendiri.

Pemanfaatan produk local:
-. Mengefektifkan kembali fungsi TPI untuk meningkatkan peluang peningkatan harga nelayan dan perluasan obyek pendapatan asli daerah, walaupun dalam bentuk retribusi yang rendah.
-. Konservasi terumbu karang sebagai sarang pembiakan ikan dengan menempatkan rumpon yang lebih baik.
-. Memberikan subsidi dan dukungan lain untuk mendirinkan pabrik es yang dekat dengan lokasi penangkapan ikan.
-. Melakukan pengawasan dan pemberian sanksi/hukuman yang lebih berat terhadap pemanfaatan bahan peledak dan potassium dalam penangkapan ikan.
-. Pelatihan ketrampilan dalam prossesinghasil ikan (pembersihan, pengeringan, dan jenis pengolahan lain), budidaya mutiara dan rumput laut.
-. Menfasilitasi terciptanya usaha pembibitan baik benur maupun nener.

2.Sektor Industri Agro
1. Industri Agro

Sector ini merupakan potensi ekonomi yang sangat tinggi, karena hasil produksi sector pertanian cukup besar, sementara sector ini merupakan peluang khusus untuk produk agro business seperti; tahu/tempe, bawang goring, pengolahan kelapa dll, sementara produk-produk tersebut masih didatangkan dari luar daerah seperti kecap, minyak kelapa, saos tomat,dll.

2.Industri Kimia
Garam

Negara Indonesia membutuhkan garam beryodium 3 jt ton/tahun, karena belum mampu memenuhi kebutuhannya, maka pemerindah Indonesia meningmpor Garam dari Australia sebesar 1,6 jt ton/tahun. Pertanyaannya mampukah pemerintah daerah untuk menyediakan garam beryodium untuk memenuhi kebutuhan Negara ini, sebuah tantangan sekaligus peluag besar bagi Pemda Kab Bima.

Pemanfaatan produk local:
-. Mengupayakan peningkatan mutu produksi melalui penguatan kelompok tani dengan pelatihan ketrampilan produksi dan penyediaan alat-alat produksi yang efektif (satu paket).
-. Aadanya lembaga seperti koperasi petani garam yang dapat mengumpulkan hasil, mengatur dan menciptakan kestabilan harga.
-. Menciptakan insentif dan dukungan untuk menarik investasi dalam pengelolaan garam, sehingga tidak terjadi monopoli (meningkatkan persaingan).
-. Meningkatkan promosi terhadap konsumen local untuk mengkonsumsi garam beryodium.

3. Industri Kerajinan.
Usaha mebel merupakan usaha yang menopang pertumbuhan ekonomi produktif, selama ini sudah berjalan, namun masih tardisional. Sementara pemanfaatan hasil hutan; kayu jati, rotan, dan kayu lainnya. Karena bahan bakunya tersedian dengan mutu yang bagus, tetapi pemerintah daerah melalui dinas perindustrian belum memasarkan sector ini keluar daerah.
Usaha Tenun merupakan produk andalan kab Bima, usaha ini juga merupakan peluang besar bagi indutri kecil (rumah tangga), pada hal industri tenun menawarkan harga yang tinggi di local maupun nasional. Hal ini membuktikan bahwa tenun dari Kab Bima sangat diminati oleh wisatawan local maupun internasional,

Pemanfaatan produk local:
Mebel

-. Harus diadakan pelatihan ketrampilan diversivikasi pola dan desain
-. Kerjasama pengusaha-pengusaha mebel dengan sekolah SMK dalam bentuk magang dan penyediaan tenaga kerja yang dibutuhkan, disamping itu memberikan peluang bagi pengangguran (generasi muda).
-. Kerjasama dengan institusi swasta (Kadin) dan pemerintah (Disperindag) dalam mempromosikan produk-produk mebel.
-. Memberikan dukungan dalam bentuk alat-alat produksi untuk pengusaha kecil yang baru memulai produksi
-. Kerjasama antara pengusaha-pengusaha mebel dalam bentuk usaha bersama untuk mewakili kepentingan-kepentingan mereka.

Tenun
-. Perlu ada showroom (ruang pameran) kerajinan tenun yang dekat dengan lokasi perhotelan atau melakukan kerjasama dengan pengusaha perhotelan (wisatawan dapat berkunjung ke lokasi perajin tenun)
-. Menawarkan produk tenun dan memanfaatkan peluang pasar local Kab Bima (untuk wisatawan dan masyarakat)
-. Menciptakan dan membina kelompok-kelompok pengrajin tenun (khusunya di desa) untuk kerjasama dalam pengumpulan, pemasaran hasil dan pelatihan kmanajemen dan ketrampilan usaha (seperti tentang motif, desain, dan mutu hasil produksi).
-. Untuk mempercepat produksi, perlu dilakukan pelatihan dan penyediaan alat tenun, untuk memenuhi pesanan sesuai waktunya.
-. Adanya pameran/ekspo sebagai arena promosi produk-produk khas Bima (tenun dan kerajinan tangan lainnya), melalui kerjasama pemerintah dengan sector swasta.
-. Kemudahan memperoleh subsidi untuk pengadaan bahan baku.

4. Industri Pertambangan
Genteng

Pemanfaatan sumber daya alam dari sector pertambangan di daerah ini masih sangat kecil galian C (pasir dan batu). Usaha genteng press sudah merupakan suatu usaha yang dapat menyerap tenaga kerja produktif, (generasi muda), industri ini memiliki potensi yang besar dalam menyerap tenaga kerja , namun dukungan dari pemerintah dan institusi lain dalam bentuk peningkatan ketrampilan teknik pengolahan, permodalan, dan khususnya keahlian manajemen, belum menyentuh banyak pengusaha dan tenaga kerja di bidang ini.
Pangsa pasar local maupun luar daerah cukup besar, namun dukungan dan kemudahan ekspor belum belum ada dan pengusah-pengusaha kecil belum memenuhi produksi yang cukup untuk penjualan di luar daerah. Seperti permintaan dari Flores, Sumba dan Sumba Barat, Sumbawa dan lombok.

Pemanfaatan produk local:
-. Adanya kemudahan dalam memperoleh dukungan baik berupa peralatan maupun peningkatan mmodal kerja.
-. Kemudahan dan dukungan terhadap transportasi dalam pemasaran di luar daerah.
-. Diverifikasi hasil produksi genteng, yang menarik baik mutu maupun desainnya.
-. Kerjasama antar pengusaha, mencari informasi peluang pasar, kepentingan dan masalah usaha serta dalam menjalin hubungan dengan industri pemerintah.

5. Sektor Perdagangan.
Perdangangan di kab Bima, untuk local masih di dominasi oleh pedagang kecil dan bakulan, walaupun ini masih kecil, namun memiliki peranan yang cukup penting bagi sector perdangangan di daerah ini, karena petani-petani dapat menjual hasil pertanian langsung kepada mereka. Sementara produk-produk jadi masih didatangkan dari luar kota sperti; Surabaya, Bali dan Lombok.
Sarana dan fasilitas perdangan masih terkonsentrasi berpusat di Kota Raba,(Masyarakat dari kecamatan masih perlu membelikebutuhanya di pasar Kota Raba seperti; obat-obatan dll.
Perdangangan keluar daerah (ekspor) masih berkaitan dengan perdangan hasil bumi dan hasil ternak, namun yang menguasai perdangangan ini adalah orang dari (Lombok, Bali dan Jawa).

Pemanfaatan produk local:
-. Melengkapi fasilitas pasar-pasar di wilayah pedesaan, untuk menghindari pemusatan kegiatan hanya di kota Raba Bima.
-. Meningkatkan mutu jalan antara wilayah pedesaan dan perkotaan untuk memudahkan distribusi hasil produksi.
-. Menciptakan pasar wisata yang menawarkan produ-produk khas Bima, untuk memudahkan wisatawan dan masyarakat yang membutuhkannya.
-. Pemanfaatan fasilitas pelabuhan Bima, Sape, dan waworada secara efektif dalam menunjang perdangangan antar pulau yang terkait dengan ekspor komoditi unggulan seperti; garam beryodium, hasil bumi, ikan ulahan, mebel, ternak dll.
-. Mewujudkan adanya fasilitas pasar khusus seperti: Pasar Hewan, Pasar Ikan.
-. Menfasilitasi adanya semacam supermarket yang berfungsi menyediakan dan menjual produk-produk asli Bima (dalam kemasan).
-. Perlu adanya peraturan yang jelas dan kondusif untuk persaingan seperti: tentang standar harga, sanksi, pajak dan retribusi.

SEDIKIT TENTANG PENULIS:
Mustafa adalah seorang yang di lahirkan dan dibesarkan dari keluarga yang kurang mampu (miskin), pada tahun 1972 silam, lahirnya seorang putra dari bapak Abdullah dan Ibu Zulaikhah (Lahu), merupakan anak pertama dari 7 bersaudara, dia telah menunujukkan gaya kepemimpinannya sejak usia 12 tahun, beliau dibesarkan lagi oleh seorang keturunan Jota yang dimana keturunan ini menurut sejarah masih ada hubungan erat dengan kerajaan Bima. Seiring dengan pertumbuhannya dia selalu ingin mengetahui segala sesuatu, sehingga pada tahun 1992 setelah menyelesaikan sekolah Madrasyah Aliyah (MA) di Bima, beliau ingin belajar ke timur Tengah (Negara Kuwait), namun karena kemampuan orang tua tidak tercapai, sehingga perjalanan pada saat itu terhenti sampai di Jakarta saja, melihat Jakarta saat itu bukanlah sebuah kota untuk menuntut ilmu pengetahuan, sehingga beliau merantau ke Lampung dan sampai ke Kota Banda Aceh, 3 Perguruan tinggi di Aceh sempat dia mengikuti kuliah, tapi tidak sampai selesai, karena tidak adannya biaya, ketika dilapor kepada keluarga besarnya di Ncera, semuannya tidak ada yang percaya bahwa dia mampu kuliah, sehingga bantuan dari orang tua dan keluarga besarnya tidak ada, semua biaya kuliah S1 & S2, beliau mencari sendiri.
Selengkapnya